Selasa, 08 Januari 2013

Jurnal Etika Profesi Akuntansi


I. PENDAHULUAN
Untuk pertama kalinya, dalam kongres tahun 1973 IAI menetapkan kode etik bagi profesi akuntan di Indonesia, yang saat itu diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengatur standar mutu terhadap pelaksanaan pekerjaan akuntan. Standar mutu ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Setelah mengalami perubahan, maka tahun 1998 Ikatan Akuntan Indonesia menetapkan delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI baik di pusat maupun di daerah.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
II. ISI
Pengertian Etika menurut :
·         Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
·         Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral
·         Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
·         Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
·         Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
·         Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
·         Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi Etika :
·         Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
·         Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
·         Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
·         Kebutuhan Individu
·         Tidak Ada Pedoman
·         Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
·         Lingkungan Yang Tidak Etis
·         Perilaku Dari Komunitas
Sanksi Pelanggaran Etika :
·         Sanksi Sosial adalah Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’.
·         Sanksi Hukum adalah Skala besar, merugikan hak pihak lain.
Jenis-jenis Etika :
·         Etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar .
·         Etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus.
Ada tiga prinsip dasar perilaku yang etis :
·         Hindari pelanggaran etika yang terlihat remeh. Meskipun tidak besar sekalipun, suatu ketika akan menyebabkan konsekuensi yang besar pada profesi.
·         Pusatkan perhatian pada reputasi jangka panjang. Disini harus diingat bahwa reputasi adalah yang paling berharga, bukan sekadar keuntungan jangka pendek.
·         Bersiaplah menghadapi konsekuensi yang kurang baik bila berpegang pada perilaku etis. Mungkin akuntan akan menghadapi masalah karier jika berpegang teguh pada etika. Namun sekali lagi, reputasi jauh lebih penting untuk dipertahankan.
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
III. KESIMPULAN
Informasi yang dihasilkan akuntan harus menggambarkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Hal ini terutama karena tanggung jawab moral akuntan adalah kepada pihak esrtern perusahaan sebagai pemakai informasi laporan keuangan. Pihak ekstern sangat mengendalikan laporan keuangan karena mereka sulit mendapatkan informasi perusahaan. Oleh karena itu, akuntan harus bekerja dengan memperhatikan kode etik profesi akuntan. Jadi sangat penting untuk diingat bahwa akuntan harus bekerja berdasarkan standar yang berlaku dan tidak dengan sengaja membuat informasi yang menguntungkan kepada pihak-pihak tertentu.
Sumber :
Buku Akuntansi SMA, Alam, S, Jakarta: Esis 2004
I.  PENDAHULUAN
Profesi akuntan telah dimulai sejak abad ke-15 walaupun sebenarnya masih dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Pada abad ke-15 di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa apakah ada kecurangan yang terdapat di pembukuan atau di laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta. Menurut sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola/ dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif yang mungkin dapat merugikan pemilik dana. Keadaan inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan/ laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana. Pihak itulah yang kita kenal sebagai auditor.
Seiring dengan meningkatnya kompetensi dan perubahan global, profesi akuntan pada saat ini dan masa mendatang menghadapi tantangan yang semakin berat, sehingga dalam menjalankan aktivitasnya seorang akuntan dituntut untuk selalu meningkatkan profesionalismenya. Seorang profesional diharapkan dapat mengarahkan dirinya pada suatu tingkat tindakan di atas tingkat tindakan yang dilakukan oleh sebagian besar anggota masyarakat. Kelangsungan hidup profesi auditor di Indonesia sangat tergantung kepada kepercayaan masyarakat terutama para pengguna jasa auditor terhadap kualitas jasa yang dihasilkan profesi. Apabila para pemakai jasa auditor tidak memiliki kepercayaan terhadap profesi auditor, maka pelayanan jasa profesi tersebut menjadi tidak efektif.
Terlepas dari tugas dan kewajiban seorang akuntan publik yaitu memberikan jasa untuk memeriksa, menganalisis, kemudian memberikan pendapat / asersi atas laporan keuangan perusahaan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum, ada pula penyimpangan-penyimpangan atau pelanggaran yang terjadi seperti kegiatan manipulasi data laporan keuangan, penerbitan faktur palsu, suap (bribery), dan lain – lain. Contoh pelanggaran yang terjadi yaitu pada seorang akuntan publik bernama Pandam RW. Dia melakukan audit pada PT. Sejahtera selama beberapa tahun sehingga direktur sudah menganggapnya sebagai rekan bisnis selain sebagai akuntan publiknya (Rekan Akuntan). Dalam satu kesempatan direktur perusahaan mengajak Pandam RW merumuskan kebijakan dan pengambilan keputusan perusahaan, terutama yang berkaitan dengan masalah perpajakan dan laporan keuangan. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka penulis  mengambil judul “ Pelanggaran Kode Etik Profesi Akuntan Public pada PT. Sejahtera ”.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Akuntan Publik adalah seorang yang independen dalam melaksanakan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan baik yang sudah go publik maupun perusahaan-perusahaan besar lainnya dan sudah mendapat izin dari menteri keuangan untuk memberi jasa akuntan public di Indonesia.
Bidang jasa Akuntan Publik meliputi jasa atestasi dan jasa non-atestasi. Jasa atestasi termasuk di dalamnya adalah audit umum atas laporan keuangan, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma, review atas laporan keuangan, dan jasa audit serta atestasi lainnya.  Sedangkan jasa non-atestasi yaitu mencakup jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi. Dalam hal pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan, seorang akuntan publik hanya dapat melakukan paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
Setiap bidang profesi tentunya harus memiliki aturan-aturan khusus atau lebih dikenal dengan istilah “Kode Etik Profesi”. Dalam bidang akuntansi sendiri, salah satu profesi yang ada yaitu Akuntan Publik. Kode etik merupakan suatu bentuk aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat dibutuhkan akan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik.
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut :
1. Tanggung jawab profesi
2. Kepentingan publik
3. Integritas
4. Objektivitas
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional
6. Kerahasiaan
7. Perilaku profesional
8. Standar teknis

III. PEMBAHASAN
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa Pandam RW adalah akuntan publik yang ditunjuk oleh PT. Sejahtera sebagai akuntan publik yang mengaudit perusahaannya. Setelah beberapa tahun  berjalan, kemudian Pandam RW dianggap sebagai rekan bisnis oleh direktur PT. Sejahtera selain sebagai akuntan publiknya (rekan akuntan). Namun dalam satu kesempatan, Direktur PT. Sejahtera mengajak Pandan RW merumuskan kebijakan dan pengambilan keputusan perusahaan terutama yang berkaitan dengan masalah perpajakan dan laporan keuangan.
Dengan mengacu pada studi kasus diatas, terlihat adanya pelanggaran kode etik profesi akuntan publik yang dilakukan Pandam RW karena secara sadar telah melanggar kode etik profesi akuntan publik dengan menerima ajakan kerjasama untuk merumuskan kebijakan dan pengambilan keputusan perusahaan, terutama yang berkaitan dengan masalah perpajakan dan laporan keuangan.  Dan apabila ini terbukti benar maka Pandam RW sebagai akuntan publik akan dikenakan sanksi sesuai PMK No. 17/PMK.01/2008 mengenai sanksi administratif,  berupa: sanksi peringatan, sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan ijin seperti yang diatur antara lain dalam pasal 62, pasal 63, pasal 64 dan pasal 65.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada bab pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi pelanggaran kode etik profesi akuntan publik dimana Pandam RW secara sadar telah menerima ajakan kerjasama untuk merumuskan kebijakan dan pengambilan keputusan perusahaan, terutama yang berkaitan dengan masalah perpajakan dan laporan keuangan.
Sebagai seorang yang profesional seharusnya Pandam RW bisa menjaga nilai-nilai kode etik akuntan publik, dengan begitu maka kredibilitasnya akan tetap terjaga dengan baik dan tetap menjadi akuntan publik yang independen.

DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=0&submit.y=0&qual=high&fname=/jiunkpe/s1/eman/1998/jiunkpe-ns-s1-1998-31491077-11468-auditor-chapter2.pdf
Id.wikipedia.org
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik

Jurnal Etika Profesi Akuntansi

1. PENGARUH BUDAYA ETIS ORGANISASI DAN ORIENTASI ETIKA TERHADAP SENSITIVITAS ETIKA (Studi Empiris Tentang Pemeriksaan Internal di Bawasda Pemda Papua)

The problem of job culture is uncared ethics values, so necessary to public sector officer specially in supervisor institute to be sensitive on ethics problem. The purpose of this study is to investigate the effect of organizational ethical culture and ethical orientation (idealism - relativism) on ethical sensitivity (defined as the ability to recognize the ethical nature of a situation) The sample in this research are officer Bawasda at Local Government of Kabupaten, Kota, and Provinci of Papua reform before. Total the questionnaire distributed counted 210 and able to be used 116. To examined these issues, a mailing survey was distributed to officer at BAWASDA local government Papua. The study use path analysis to examine the structural relationship among variables that affect officer sensitivity to ethical situation. The results indicated that organizational ethical culture are affect idealism (p=0.000) but no relativism (p=0.493), because less training of standard inspection ethics to employee. Ethical orientation also have affect ethical sensitivity, especially relativism (p=0.025), but idealism (p=0.107), doesn’t significant though test the sign accepted. Scenario about failure in work as according to specified time, writing a prospective employer on client time, and subordinating judgment not assumed to harm.     
Permasalahan dalam budaya kerja yang dihadapi adalah terabaikannya nilai-nilai etika, maka penting bagi aparatur sektor publik khususnya yang ada di lembaga pengawas untuk peka terhadap masalah etika. Tujuan penelitian ini untuk menguji pengaruh budaya etis organisasi dan orientasi etika (idealisme-relativisme) terhadap sensitivitas etika (yang digambarkan sebagai kemampuan untuk mengenali etika alamiah pada suatu situasi) Sampel dalam penelitian ini adalah aparatur Bawasda pada Pemerintah Daerah Kabupatan dan Kota di Provinsi Papua sebelum pemekaran dan Pemda Provinsi Papua. Jumlah kuesioner yang didistribusikan sebanyak 210 dan yang dapat digunakan 116. Untuk menguji isu-isu di atas, dilakukan survei secara tertulis yang didistribusikan kepada aparatur Bawasda di Pemda Papua. Analisis data dilakukan dengan analisis path dan dioperasikan dengan bantuan program AMOS 4.01. Hasil penelitian menemukan bahwa budaya etis organisasi berpengaruh terhadap idealisme (p=0.00) akan tetapi tidak berpengaruh pada relativisme (p=0.493), diduga karena kurangnya pelatihan standar etika pemeriksaan bagi aparatur. Orientasi etika juga berpengaruh pada sensitivitas etika, khususnya relativisme (p=0.025), sedangkan idealisme tidak signifikan (p=0.107), meskipun uji tanda diterima. Skenario yang dibuat tentang; kegagalan dalam pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, penggunaan jam kantor untuk kepentingan pribadi dan subordinasi judgment, tidak dianggap merugikan.

2. PROFESI AKUNTAN MERESPON DAMPAK MEMBURUKNYA KONDISI EKONOMI

Dampak memburuknya kondisi ekonomi telah menimbulkan berbagai resiko audit. Praktek audit menjadi semakin kompleks. Isu going concern, makin maraknya tuntutan terhadap profesi akuntan, perubahan hukum dan peraturan perundang-undangan yang memiliki dampak terhadap profesi akuntan telah menciptakan lingkungan resiko tersendiri. Profesi akuntan merespon perubahan ini dengan melakukan pengelolaan resiko yang memadai. Terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk memindahkan resiko yaitu pendekatan komprehensif dan penyusunan kebijakan dan prosedur yang memadai. Disamping itu Ikatan Akuntan Indonesiasebagai badan penyusun standar telah menerbitkan beberapa PSAK dan SPAP baru untuk memenuhi kebutuhan akan pedoman untuk melaksanakan pengauditan dalam lingkungan resiko.
Kata kunci: profesi akuntan, krisis ekonomi, lingkungan resiko, manajemen resiko
Krisis ekonomi yang melanda wilayah Asia membawa dampak yang cukup signifikan terhadap kelangsungan hidup entitas usaha. Perubahan ini membawa resiko bagi profesi akuntan. Jika tidak hati-hati menjalankan profesinya, profesi akuntan, dalam hal ini auditor akan terancam kelangsungan profesinya. Tingkat ketidakpastian yang tinggi dimasa depan sebagai dampak memburuknya kondisi ekonomi makin menambah berat tanggung jawab auditor. Jenis penugasan yang makin beragam yang pada kondisi ekonomi normal tidak ditemui, membawa resiko tersendiri bagi auditor.
Selain itu kondisi negara-negara di wilayah Asia yang sebelumnya tidak terlalu mempedulikan hukum telah bergeser pada situasi yang makin sadar hukum. Tuntutan terhadap auditor mulai marak. Untuk merespon perubahan-perubahan yang terjadi auditor perlu melindungi diri dari resiko tuntutan yang tidak pada tempatnya.
Berbagai upaya dilakukan oleh profesi auditor dalam merespon dampak dari memburuknya kondisi ekonomi. Kebutuhan untuk melakukan pengelolaan resiko agar terhindar dari ancaman tuntutan (litigation) dirasakan makin mendesak. Untuk itu profesi auditor telah melakukan berbagai pembenahan regulasi yang memungkinkan profesi ini untuk menjalankan profesinya dengan baik.
Auditor dapat mengendalikan atau memindahkan resiko melalui pendekatan komprehensif dan penyusunan kebijakan dan prosedur yang memadai. Resiko audit diawali sejak proses menerima penugasan dari klien, pelaksanaan penugasan sampai dengan penyelesain penugasan. Auditor harus memiliki prosedur yang sesuai dan merancang kebijakan-kebijakan yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak yang terlibat.
Respon lain yang dilakukan adalah dengan diterbitkannya sejumlah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang baru dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) baru. Auditor juga memperhatikan regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Bapepam yang mempengaruhi perlakukan akuntansi. Kewaspadaan yang tinggi dan kehati-hatian dalam menjalankan profesi sangat diperlukan agar profesi auditor tidak terjebak pada ancaman tuntutan yang tidak diinginkan.