1. PENGARUH BUDAYA ETIS ORGANISASI DAN ORIENTASI ETIKA TERHADAP SENSITIVITAS ETIKA (Studi Empiris Tentang Pemeriksaan Internal di Bawasda Pemda Papua)
The problem of job culture is uncared ethics values, so necessary to public sector officer specially in supervisor institute to be sensitive on ethics problem. The purpose of this study is to investigate the effect of organizational ethical culture and ethical orientation (idealism - relativism) on ethical sensitivity (defined as the ability to recognize the ethical nature of a situation) The sample in this research are officer Bawasda at Local Government of Kabupaten, Kota, and Provinci of Papua reform before. Total the questionnaire distributed counted 210 and able to be used 116. To examined these issues, a mailing survey was distributed to officer at BAWASDA local government Papua. The study use path analysis to examine the structural relationship among variables that affect officer sensitivity to ethical situation. The results indicated that organizational ethical culture are affect idealism (p=0.000) but no relativism (p=0.493), because less training of standard inspection ethics to employee. Ethical orientation also have affect ethical sensitivity, especially relativism (p=0.025), but idealism (p=0.107), doesn’t significant though test the sign accepted. Scenario about failure in work as according to specified time, writing a prospective employer on client time, and subordinating judgment not assumed to harm.
Permasalahan dalam budaya kerja yang dihadapi adalah terabaikannya nilai-nilai etika, maka penting bagi aparatur sektor publik khususnya yang ada di lembaga pengawas untuk peka terhadap masalah etika. Tujuan penelitian ini untuk menguji pengaruh budaya etis organisasi dan orientasi etika (idealisme-relativisme) terhadap sensitivitas etika (yang digambarkan sebagai kemampuan untuk mengenali etika alamiah pada suatu situasi) Sampel dalam penelitian ini adalah aparatur Bawasda pada Pemerintah Daerah Kabupatan dan Kota di Provinsi Papua sebelum pemekaran dan Pemda Provinsi Papua. Jumlah kuesioner yang didistribusikan sebanyak 210 dan yang dapat digunakan 116. Untuk menguji isu-isu di atas, dilakukan survei secara tertulis yang didistribusikan kepada aparatur Bawasda di Pemda Papua. Analisis data dilakukan dengan analisis path dan dioperasikan dengan bantuan program AMOS 4.01. Hasil penelitian menemukan bahwa budaya etis organisasi berpengaruh terhadap idealisme (p=0.00) akan tetapi tidak berpengaruh pada relativisme (p=0.493), diduga karena kurangnya pelatihan standar etika pemeriksaan bagi aparatur. Orientasi etika juga berpengaruh pada sensitivitas etika, khususnya relativisme (p=0.025), sedangkan idealisme tidak signifikan (p=0.107), meskipun uji tanda diterima. Skenario yang dibuat tentang; kegagalan dalam pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, penggunaan jam kantor untuk kepentingan pribadi dan subordinasi judgment, tidak dianggap merugikan.
2. PROFESI AKUNTAN MERESPON DAMPAK MEMBURUKNYA KONDISI EKONOMI
Dampak memburuknya kondisi ekonomi telah menimbulkan berbagai resiko audit. Praktek audit menjadi semakin kompleks. Isu going concern, makin maraknya tuntutan terhadap profesi akuntan, perubahan hukum dan peraturan perundang-undangan yang memiliki dampak terhadap profesi akuntan telah menciptakan lingkungan resiko tersendiri. Profesi akuntan merespon perubahan ini dengan melakukan pengelolaan resiko yang memadai. Terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk memindahkan resiko yaitu pendekatan komprehensif dan penyusunan kebijakan dan prosedur yang memadai. Disamping itu Ikatan Akuntan Indonesia sebagai badan penyusun standar telah menerbitkan beberapa PSAK dan SPAP baru untuk memenuhi kebutuhan akan pedoman untuk melaksanakan pengauditan dalam lingkungan resiko.
Kata kunci: profesi akuntan, krisis ekonomi, lingkungan resiko, manajemen resiko
Krisis ekonomi yang melanda wilayah Asia membawa dampak yang cukup signifikan terhadap kelangsungan hidup entitas usaha. Perubahan ini membawa resiko bagi profesi akuntan. Jika tidak hati-hati menjalankan profesinya, profesi akuntan, dalam hal ini auditor akan terancam kelangsungan profesinya. Tingkat ketidakpastian yang tinggi dimasa depan sebagai dampak memburuknya kondisi ekonomi makin menambah berat tanggung jawab auditor. Jenis penugasan yang makin beragam yang pada kondisi ekonomi normal tidak ditemui, membawa resiko tersendiri bagi auditor.
Selain itu kondisi negara-negara di wilayah Asia yang sebelumnya tidak terlalu mempedulikan hukum telah bergeser pada situasi yang makin sadar hukum. Tuntutan terhadap auditor mulai marak. Untuk merespon perubahan-perubahan yang terjadi auditor perlu melindungi diri dari resiko tuntutan yang tidak pada tempatnya.
Berbagai upaya dilakukan oleh profesi auditor dalam merespon dampak dari memburuknya kondisi ekonomi. Kebutuhan untuk melakukan pengelolaan resiko agar terhindar dari ancaman tuntutan (litigation) dirasakan makin mendesak. Untuk itu profesi auditor telah melakukan berbagai pembenahan regulasi yang memungkinkan profesi ini untuk menjalankan profesinya dengan baik.
Auditor dapat mengendalikan atau memindahkan resiko melalui pendekatan komprehensif dan penyusunan kebijakan dan prosedur yang memadai. Resiko audit diawali sejak proses menerima penugasan dari klien, pelaksanaan penugasan sampai dengan penyelesain penugasan. Auditor harus memiliki prosedur yang sesuai dan merancang kebijakan-kebijakan yang harus dilaksanakan oleh pihak-pihak yang terlibat.
Respon lain yang dilakukan adalah dengan diterbitkannya sejumlah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang baru dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) baru. Auditor juga memperhatikan regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Bapepam yang mempengaruhi perlakukan akuntansi. Kewaspadaan yang tinggi dan kehati-hatian dalam menjalankan profesi sangat diperlukan agar profesi auditor tidak terjebak pada ancaman tuntutan yang tidak diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar